Cari Blog Ini

Minggu, 09 Januari 2011

Sekilas tentang Rote


Masyarakat Rote mengenal sebuah sistem kemasyarakatan yang disebut dengan istilah Nusak. Nusak sebagai sistem kemasyarakatan merupakan sebuah daerah hukum yang bersendi pada hubungan daerah, dimana di dalamnya terdiri dari sekumpulan masyarakat seketurunan yang dipimpin oleh Manek (raja) dan seorang Fettor sebagai pendamping. Dalam konteks kehidupan masyarakat Rote selain ada pemimpin dan pendamping yang di sebut Fettor, terdapat pula simbol-simbol lain yang diberikan kepada individu-individu tertentu sesuai dengan kemampuan dan tugasnya masing-masing. Hal ini merupakan perwujudan dari upaya untuk membangun dan mengatur kehidupan bermasyarakatnya melalui sebuah sistem kemasyarakatan yang baik melalui sistem sosial yang terintegrasi.
Dikatakan bahwa kesatuan hidup manusia dalam kerangka hubungan sosial menghasilkan suatu kerangka dasar kehidupan yang berkait dengan aspek konsep, perilaku dan wujud nyata dari sebuah tatanan kebersamaan. Adalah political institutions, sebuah pranata budaya dalam sebuah masyarakat yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan berkelompok.
Adapun macam-macam peran dan fungsinya antara lain adalah sebagai berikut; Mane Songgo (bagian kerohanian), Mane Dope (hakim), Mane Dae Langgak (mengurusi bagian pertanahan dan pertanian), Mane Lala (penegak hukum bagian persawahan), Langga Mok (penegak hukum dalam bidang pertanian/ ladang dan kebun), Mane Holo (penegak hukum dalam bidang kelautan, hutan, dan tanaman di dalam kampung), Langgak (kepala kampong), Lasin (semacam RT). Sistem kemasyarakatan yang dibangun di Rote lewat setiap Nusak-nya memberikan sebuah bangunan yang kokoh dalam keselarasan kehidupan bermasyarakatnya.
Hal tersebut tidak lepas dari konsep kepemimpinan Nusak-nusak di Rote, dimana hubungan antara pemimpin (raja) dan rakyat terdapat sebuah komitmen untuk saling menghormati dan menjaga antara keduanya. Dalam sebuah ungkapan adat terdapat sebuah konsep tentang hubungan antara pemimpin dan rakyatnya yang berbunyi “Tungga Manaparenda Dean”, yang memiliki arti keharmonisan dalam kehidupan, dimana pemimpin sebagai penguasa selalu berdiri di depan dan rakyat sebagai pengikutnya dibelakang sang pemimpin mengikuti jejak sang pemimpin.
Meski demikian adanya kehidupan masyarakat Rote tetap menjunjung tinggi sebuah demokrasi dan hak asasi. Setiap kesalahan baik dari masyarakat maupun pemimpin tetap dikoreksi dan yang salah tetap akan mendapatkan sebuah sangsi, dimana semua orang di mata hukum adalah sama. Seperti halnya bila seorang Raja mendapat mosi tidak percaya oleh rakyatnya, maka ia harus mengundurkan diri. Dalam Nusak Thie misalnya, menurut hukum adat bila seorang Raja dikirimi sejenis material, seperti daging/ kaki seekor kuda, maka sudah barang tentu Raja yang pada saat itu memimpin harus mundur. Hal ini merupakan sebuah simbol ketidakpercayaan rakyat pada Raja tersebut.
Menanggapi konsep demokrasi yang terdapat dalam setiap Nusak di Rote. Perlu untuk dipahami bahwa, konsep pewarisan kerajaan di Rote tidak mengenal istilah putra mahkota, yang ada adalah Ana Manek atau anak raja. Raja dalam Nusak di Rote dipilih oleh rakyat berdasarkan kemampuannya, dan bukan ditentukan oleh pewaris selanjutnya sebagaimana yang terjadi dalam konsep putra mahkota.
Dalam sebuah sifat sistem pelapisan masyarakat, konsep pemilihan raja oleh masyarakat Rote dikenal dengan istilah open social stratification, adalah suatu sistem dimana setiap masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik pada sebuah tahapan lapisan, dan sebaliknya bagi mereka yang dirasa tidak mampu akan turun pada lapisan yang bawah.
Masuknya ekspansi Belanda di Indonesia yang ditandai dengan direbutnya benteng Portugis di Ambon pada tahun 1605, dan pendirian Batavia di Jakarta di bawah pimpinan J. P. Coen pada tahun 1619. Merupakan awal dari sebuah usaha pemerintahan Belanda yang telah menduduki sebagian besar wilayah Indonesia untuk memperluas daerah kekuasaannya, tidak terkecuali dengan Rote. Keberadaan pemerintahan Belanda di Rote mempengaruhi tatanan masyarakat yang ada sebelumnya, oleh inisiatif pemerintahan Belanda kala itu dibentuklah sebuah kerajaan-kerajaan mini di Rote berdasarkan Nusak-nusak yang ada.
Kebijakan pemerintah Belanda dengan politik divide et impera yang kemudian merubah tatanan kehidupan masyarakat Rote dari kesatuan adat menjadi kerajaan, merupakan sebuah siasat dari upaya pemerintahan Belanda dalam hal untuk mempermudah penguasaan dan pengaturan atas daerah jajahan maupun target jajahan.
Nusak yang sebelumnya merupakan sebuah kesatuan yang dibagi berdasarkan masyarakat seketurunan beralih menjadi kesatuan wilayah (teritorial). Berikut adalah sembilan belas Nusak-nusak yang terdapat di Rote; Nusak Delha, Nusak Thie, Nusak Oenala, Nusak Ndao, Nusak Dengka, Nusak Lelain, Nusak Ba'a, Nusak Lole, Nusak Termanu, Nusak Keka, Nusak Talae, Nusak Korbafo, Nusak Diu, Nusak Lelenuk, Nusak Bokai, Nusak Bilba, Nusak Ringgou, Nusak Oepao, dan Nusak Landu. Pembentukan wilayah teritoril ini merupakan titik balik perubahan tatanan hidup masyarakat Rote menuju sebuah tatanan hidup yang lebih terbuka.
Tatanan hidup yang sebelumnya bersifat tribal menjadi sebuah adat normatif yang semakin bervariasi dan bersifat kompleks. Kehidupan masyarakat yang bersifat tribal tersebut, yaitu masyarakat yang terbatas, kecil dan tertutup, berubah menjadi masyarakat etnik terbuka. Masyarakat Rote tidak hanya terbagi berdasarkan Nusak yang ada melainkan juga terbagi oleh berbagai macam suku yang terdapat dalam setiap Nusak-nya, yang masing-masing dari Nusak tersebut memiliki klasifikasi tersendiri mengenai pembagian suku-sukunya. Seperti dalam Nusak Thie misalnya, yang terdiri dari dua puluh lima suku, dimana dari ke-dua puluh lima suku tersebut terbagi lagi atas dua kelompok suku besar yaitu suku Sabarai dan Teratu.
Adapun pembagian kelompok- kelompok masyarakat di Rote selain pembagian berdasarkan Nusak dan suku yang ada, terdapat juga pembagian kelompok masyarakat yang disebut dengan istilah Leo dan Teidalek. Leo adalah sekelompok masyarakat yang terdiri dari keluarga-keluarga batih yang lahir dari satu keturunan tertentu, sedangakan Teidalek atau juga yang dikenal dengan istilah Uma Isi adalah orang yang lahir dari satu kandungan.
Jauh sebelum masuknya agama Kristen di Rote, masyarakat Rote mengenal sebuah kepercayaan tradisional yang disebut Halaik atau Dinitiu. Baik Halaik maupun Dinitiu merupakan kepercayaan yang bersifat animisme dan dinamisme, yaitu sebuah kepercayaan tentang keberadaan penguasa tertinggi alam semesta yang disebut Lamatuak atau Lamatuan (Yang Maha Agung/ Kuasa). Seiring dengan masuknya pengaruh agama Kristen di Rote, perlahan pemeluk kepercayaan ini mulai berkurang. Hal ini dikarenakan masyarakat Rote yang ada pada masa itu, secara bertahap mulai memeluk agama Kristen yang masuk bersamaan dengan ekspansi pemerintahan Belanda.
Pesatnya perkembangan agama Kristen di Rote tidak dapat dipisahkan dengan sosok Raja FoE Mbura, yang memiliki peran penting dalam membantu penyebaran agam Kristen di Rote. FoE Mbura adalah anak dari Raja Thie yaitu Mbura Messa. Mbura Messa adalah Raja pertama yang memeluk agama Kristen, yang setelah dibaptis pada tahun 1726 bernama Yeremias Messakh. Pada tahun 1729 Raja FoE Mbura dibantu oleh orang Bugis- Makassar, membuat sebuah perahu yang digunakan untuk berlayar ke Batavia dengan misi untuk mempelajari agama Kristen dan Pendidikan. Dalam perjalanan tersebut Raja FoE Mbura mengikut sertakan Raja dari Lelain, Ba'a, dan Lole, dan kembali ke Rote pada tahun 1732. Selain mendapatkan pencerahan tentang agama serta pengetahuan tentang pendidikan, hal lain yang diperoleh dari perjalanan tersebut ialah pengetahuan tentang teknik penyulingan tuak/ nira.

Kamis, 02 Desember 2010

Syair Rote

NDOLU INGGU, LELA LEO
(CINTA KASIH/ KASIH SAYANG)

1 Lelo faik ia dalen, la’da ledok ia tein
Langgak mai la tonggo, limak mai landa
Sungguh indah hari ini, sungguh nikmat saat ini
Datang saling berjumpa, datang saling bersua
2 Dua dei lao dalak, dua kola – kola no dua. Telu dei lope enok, telu de’a – de’a no telu
Berjalan harus berdua agar dapat berbincang, beriring harus bertiga agar dapat berdialog
3 Nggi mai lae’ leo, ka’a mai lae’ fa’din. Taka bua dalek esa, taesa teik esa
Kaum bertemu kerabat, kakak berjumpa adik, berkumpul sehari, bersatu sejiwa.
4 Ne’da masa ne’da, ndele mafandele. Ita lote nesanan, ita kale lino umbun
Ingat, jangan lupa, kita anak Rote Ndao, kita cucu Nusa Lontar
5 Boso bibingga diu , diu deak ita diun. Boso papa’ di kona, kona laik ita konan
Jangan memisah – misah kita sekaum, jangan memilah – milah kita sekeluarga
6 Mbeda ndolu ne teim, fua lela neu dalem. Ela ndolu na buna ndolu, ela lela nabau lela
Simpanlah kasih dalam hatimu, letakan sayang dalam hatimu.
Biar kasih berbunga kasih, biar sayang berbunga sayang.

Sabtu, 13 November 2010

Kita

Kau
Matahari merah dihari baru
Merak menari pipit bernyanyi
sketsa cinta berbingkai hati
Dalam kanfas biru rindu

Aku
Tanpa kelam kelabu masa lalu
Kubunuh sang peragu
Dan terus berpacu tanpa batasan waktu
Hingga berakhir dipeluk mu

Aku pada mu
Adalah Melodi gitar dari senar
Lembut tapi menggelegar
Kuat dan bersinar
Laksana pilar bebatuan dasar
Tak kelar walau lahar membakar
Aku...
Kau...
Adalah...
Satu